Prolegnas Direvisi, RUU Perampasan Aset Jadi Bukti DPR Dengarkan 17+8 Suara Rakyat

oleh -1 Dilihat
banner 468x60

Oleh : Ridwan Kurnia )*

Revisi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2026 akhirnya membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset ke dalam daftar prioritas utama pembahasan. Keputusan tersebut menandai bagaimana langkah besar DPR dan pemerintah dalam merespons 17+8 suara rakyat yang selama ini menuntut komitmen nyata terhadap pemberantasan korupsi dan pencucian uang di Indonesia.

banner 336x280

Pergeseran posisi RUU dari yang sebelumnya hanya sekadar wacana saja, kemudian saat ini bisa menuju ke agenda resmi tersebut, berarti memperlihatkan sangat tingginya keseriusan parlemen dan eksekutif dalam mendengarkan seluruh aspirasi publik.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa langkah revisi Prolegnas tersebut menjadi bukti yang sangat nyata mengenai adanya pergeseran inisiatif, dari yang sebelumnya di pemerintah kini menjadi ke DPR.

Menurutnya, hal itu tidak lepas dari adanya desakan publik melalui paket tuntutan 17+8 yang terus menguat dalam beberapa waktu terakhir ini. Ia menegaskan, Presiden Prabowo Subianto bahkan, sudah berulang kali meminta kepada DPR agar segera menuntaskan pembahasan RUU tersebut karena dianggap krusial dalam memperkuat upaya pemberantasan kejahatan keuangan.

Yusril juga menyinggung bahwa RUU Perampasan Aset sejatinya telah diajukan sejak era pemerintahan Presiden Republik Indonesia ketujuh, yakni Joko Widodo pada tahun 2023 lalu, tetapi hingga bertahun-tahun kemudian masi tidak kunjung mendapat pembahasan di parlemen.

Fakta tersebut memperlihatkan betapa peliknya perjalanan regulasi strategis ini. Namun, koordinasi terbaru dengan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memastikan RUU tersebut kini resmi masuk dalam Prolegnas 2025–2026, sekaligus menegaskan bahwa pemerintah siap membahasnya begitu draf rancangan diajukan DPR.

Komitmen serupa datang dari DPR melalui Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg), Ahmad Doli Kurnia. Ia menyampaikan bahwa revisi Prolegnas sangat mungkin dilakukan untuk memasukkan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas. Menurutnya, Baleg siap mengambil langkah cepat apabila kesepakatan antara pemerintah dan DPR terjalin, termasuk jika nantinya RUU tersebut resmi diambil alih menjadi inisiatif DPR.

Doli menekankan, apabila RUU lahir dari inisiatif parlemen, proses penyusunannya akan lebih efisien. Hanya satu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah yang harus dibahas, sehingga jalannya perumusan bisa lebih singkat dibandingkan jika rancangan itu berasal dari pemerintah.

Baginya, momentum ini menjadi peluang yang besar agar regulasi tersebut segera bisa dirampungkan dalam waktu yang secepat-cepatnya, mengingat adanya tekanan dari publik melalui 17+8 suara rakyat menuntut hasil yang konkret dari pemerintah dan parlemen, bukan lagi hanya janji belaka.

Pernyataan senada datang dari Supratman Andi Agtas, Menteri Hukum yang menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset memang sudah ditempatkan sebagai prioritas utama pemerintah. Ia menjelaskan, Presiden Prabowo Subianto telah berulang kali menekankan pentingnya keberadaan aturan itu, terutama dalam memastikan keadilan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi maupun pencucian uang.

Menurut Supratman, dinamika yang terjadi di DPR tersebut justru semakin membuka jalan bagi terwujudnya percepatan pembahasan, sehingga revisi Prolegnas ini menjadi momentum yang sangat krusial untuk segera menyelesaikan regulasi tersebut.

Masuknya RUU Perampasan Aset ke dalam Prolegnas yang baru menandai transformasi penting dalam politik legislasi nasional. Bukan sekadar simbol, keputusan tersebut merefleksikan adanya konsolidasi antara eksekutif dan legislatif yang sebelumnya sempat berjalan lamban.

Keengganan DPR di periode lalu untuk mengangkat RUU ini menjadi agenda resmi sempat memicu kekecewaan publik, terlebih karena isu korupsi dan perampasan aset ilegal selalu menjadi sorotan utama masyarakat. Namun, kini babak baru telah dimulai dengan adanya kesepakatan untuk menempatkan regulasi itu dalam daftar prioritas.

Respons cepat DPR dalam menyetujui revisi Prolegnas patut dipandang sebagai bentuk legitimasi politik atas aspirasi publik. Paket tuntutan 17+8 suara rakyat yang lahir dari keresahan panjang akhirnya memperoleh jawaban nyata. Tidak berlebihan jika publik menilai keputusan itu sebagai bukti bahwa suara rakyat benar-benar diperhitungkan dalam arus utama kebijakan nasional.

Meski demikian, tantangan terbesar justru ada pada tahap pembahasan. RUU Perampasan Aset bukan hanya soal perangkat hukum, tetapi juga menyangkut kepentingan politik, ekonomi, dan institusi yang sangat kompleks. Efektivitas regulasi akan sangat bergantung pada sejauh mana DPR dan pemerintah mampu menjaga komitmen tanpa terjebak kompromi yang melemahkan substansi aturan.

Kesempatan emas saat ini sudah sangat terbuka lebar. Revisi Prolegnas menegaskan bagaimana keberanian parlemen dan pemerintah untuk mendengarkan seluruh suara publik. Namun, konsistensi dalam pembahasan akan menjadi ujian yang sesungguhnya.

Jika RUU Perampasan Aset benar-benar bisa rampung sesuai dengan harapan semua pihak, maka sejarah akan mencatat bahwa aspirasi 17+8 suara rakyat berhasil menggerakkan mesin politik negara menuju ke arah yang lebih tegas dalam pemberantasan korupsi.

Dengan demikian, revisi Prolegnas tidak hanya sekadar catatan administratif, melainkan cermin dari pergeseran paradigma kebijakan. Parlemen dan pemerintah kini dituntut membuktikan bahwa komitmen terhadap pemberantasan kejahatan keuangan bukanlah jargon politik, melainkan langkah nyata demi menegakkan keadilan hukum. Suara rakyat sudah didengar, dan tanggung jawab terbesar ada pada wakil rakyat serta pemerintah untuk menepati janji tersebut. (*)

)* Penulis adalah pengamat kebijakan publik

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *