Oleh: Aleandra Rahmat*)
Dalam beberapa hari terakhir, suasana nasional menghadapi ujian berat. Gelombang demonstrasi menyebar ke berbagai daerah, hal ini memicu keresahan hingga potensi kericuhan. Dalam situasi ini, peran tokoh masyarakat dan pemerintah menjadi sangat krusial karena hanya melalui kesadaran kolektif dan semangat menjaga ketertiban aspirasi rakyat bisa disampaikan dengan bermartabat, dan stabilitas bangsa tetap terjaga.
Presiden Prabowo Subianto telah mengambil langkah penting dengan mencabut tunjangan perumahan besar para anggota DPR dan membekukan perjalanan dinas luar negeri mereka. Hal ini dilakukan sebagai bentuk respons terhadap publik yang marah atas ketimpangan dan privilegium para wakil rakyat. Namun, pemerintah juga menegaskan bahwa kebijakan terbuka tidak boleh ditukar dengan kekisruhan yang merusak tindakan anarkis diidentikkan dengan pengkhianatan dan terorisme, sekaligus menjadi dasar bagi instruksi tegas kepada aparat keamanan dan seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga ketertiban nasional.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Marsudi Syuhud menegaskan bahwa pemerintah dan DPR merespons aspirasi publik dengan pendekatan konstruktif. Presiden, katanya, menyatakan bahwa aspirasi yang disampaikan di ruang publik akan ditindaklanjuti secara serius melalui mekanisme DPR. Pernyataan ini merefleksikan komitmen pemerintah untuk membuka ruang kritik yang membangun, sekaligus memastikan aspirasi rakyat tak hanya didengar, tetapi juga ditindaklanjuti dengan tindakan nyata.
Marsudi Syuhud menambahkan bahwa setiap individu berkewajiban menjaga keselamatan jiwa, kehormatan diri, dan menghormati pihak lain. Hal ini dapat dilakukan baik oleh warga yang menyampaikan aspirasi, aparat yang menjaga keamanan, maupun pemimpin yang membuat kebijakan. Dengan saling menjaga keamanan, ketertiban, dan kehormatan, demokrasi sehat dapat berjalan, aspirasi tersampaikan, dan stabilitas bangsa terpelihara.
Selain itu, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa seluruh lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan harus bersatu menjaga suasana Kota Jakarta tetap kondusif. Pasca gelombang unjuk rasa yang sempat menimbulkan gesekan dan kerusakan fasilitas publik. Pramono juga menyoroti dampak panjang dari tindakan anarkis bahkan terhadap proses pembangunan bangsa yang tengah dijalankan. Selain itu, dirinya menekankan pentingnya solidaritas dan tanggung jawab bersama yakni dengan warga tidak hanya diminta tenang, tetapi juga aktif menciptakan rasa aman, berkolaborasi dengan aparat dan tokoh masyarakat demi meredam potensi anarki dan menjaga ruang publik tetap inklusif.
Ketika demonstrasi berujung pada kerusakan, penjarahan rumah pejabat, hingga perusakan fasilitas umum, sejatinya rakyatlah yang paling merugi. Aktivitas publik menjadi terganggu, layanan masyarakat terdekat lumpuh, dan rasa saling percaya antar kelompok terkikis. Situasi semacam ini bukan hanya mengaburkan tujuan dari aksi itu sendiri, tetapi juga meninggalkan luka sosial yang mendalam. Oleh karena itu, sangat penting menumbuhkan kesadaran bersama untuk menjaga agar perjuangan tetap berada dalam koridor ketertiban.
Penting pula disadari bahwa menjaga ketertiban saat unjuk rasa bukan hanya untuk kepentingan aparat atau pemerintah, tetapi juga demi kenyamanan seluruh masyarakat. Jalan raya yang macet total, fasilitas umum yang rusak, hingga aktivitas ekonomi yang terganggu adalah kerugian bersama. Tokoh masyarakat melalui pengaruhnya mengingatkan bahwa kebebasan berpendapat harus seimbang dengan tanggung jawab sosial. Dengan begitu, setiap aksi yang dilakukan dapat tetap membawa manfaat tanpa menimbulkan beban baru bagi masyarakat luas.
Peran pemerintah dalam memberi respons cepat terhadap aspirasi melalui DPR dan kabinet membuka jalur dialog yang sehat. Pemerintah tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga menunjukkan bahwa kritik warga adalah modal perbaikan, bukan ancaman. Sementara itu, semangat akademik dan sosial dari mahasiswa serta masyarakat, jika dijaga dalam bingkai tanggung jawab, menjadi kekayaan demokrasi, bukan sumber konflik.
Kesadaran kolektif adalah kekuatan. Jika masyarakat aktif mengingatkan satu sama lain untuk tertib, mahasiswa menyuarakan kritik tanpa kekerasan, tokoh agama dan pemerintah membuka ruang diskusi terbuka dapat menghasilkan tujuan terbaik untuk bersama. Pemerintahan saat ini melalui tindakan koordinatif, responsif, dan dialogis menunjukkan langkah yang tepat dalam menghadapi situasi genting.
Momentum ini bisa menjadi pembelajaran bagi bangsa. Menjaga ketertiban bukan berarti membungkam aspirasi, tetapi mengawal demokrasi agar tumbuh sehat. Semangat perjuangan tidak harus diwarnai konflik serta keterbukaan pemerintah terhadap kritik adalah hal yang harus di apresiasi. Tokoh masyarakat dan pemerintah telah menorehkan langkah penting dalam situasi yang penuh tantangan.
Gubernur Jakarta menyerukan kolaborasi bagi ketertiban ibu kota, selain itu pihaknya mengingatkan perjuangan tanpa destruksi dan MUI menegaskan komitmen menuju respons aspirasi yang bermartabat. Ketiga momentum tersebut memperkuat satu pesan yakni demokrasi membutuhkan kesadaran kolektif. Saat ini masyarakat perlu meningkatkan kesadaran bersama bahwa demokrasi bukan hanya hak berkumpul dan bersuara, tapi tanggung jawab untuk menjaga keutuhan ruang bersama.
Pemerintah mendengar dan merespons, tokoh bangsa meredam dan mengingatkan, masyarakat beraspirasi dengan bijak. Ini adalah fondasi kokoh bagi demokrasi inklusif yang tumbuh sehat tanpa adanya benturan destruktif, tanpa mengkhianati kehormatan dan stabilitas. Momentum ini adalah pelajaran berharga dalam keberagaman dan perbedaan, sehingga bisa tetap bersatu demi Indonesia yang bermartabat.
*)Penulis merupakan Pengamat Isu Sosial