JAKARTA – Dinamika politik pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah tidak mengurangi tingkat penerimaan masyarakat terhadap hasil pemilihan yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Baik di Kalimantan Tengah maupun Papua, proses demokrasi yang berjalan sesuai koridor hukum dinilai menjadi penegasan bahwa mekanisme konstitusional tetap menjadi pijakan utama.
Ketua KPU Provinsi Kalimantan Tengah, Sastriadi, memastikan penetapan hasil PSU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Barito Utara telah rampung sesuai tahapan yang diatur peraturan perundang-undangan.
“Proses penetapan hasil pemilihan sudah selesai. Saat ini KPU masih menunggu Buku Register Perkara Konstitusi (BRPK) dari Mahkamah Konstitusi sebagai acuan apakah terdapat sengketa hasil yang diajukan ke MK atau tidak,” ujarnya.
Sastriadi menegaskan, jika BRPK menunjukkan tidak ada perkara yang masuk, maka KPU dapat melanjutkan tahapan berikutnya dengan lebih pasti. Ia juga menekankan, pelantikan kepala daerah terpilih sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“KPU hanya bertugas menyelenggarakan seluruh tahapan hingga penetapan hasil, sementara pelantikan berada di luar ranah kewenangan kami,” tambahnya.
Sementara itu, Papua juga mencatat sejarah tersendiri melalui PSU Pilkada. PSU di sembilan kabupaten/kota berlangsung damai dan tertib. Dua pasangan calon, Benhur Tommy Mano–Constant Karma serta Marius Fakhiri–Aryoko Rumaropen, kembali berkompetisi dalam suasana kondusif yang dijaga ketat penyelenggara, aparat, dan masyarakat.
Ketua KPU Papua, Diana Dorthea Simbiak, menyebut pelaksanaan kali ini sebagai yang paling kondusif dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal senada disampaikan Ketua Bawaslu Papua, Hardin Halidin, yang menilai koordinasi intens antar pihak berhasil memastikan transparansi proses. Lebih dari 3.300 pengawas dikerahkan untuk menjamin keadilan di semua tahapan.
Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, menilai momentum ini bukan sekadar pemilihan, tetapi juga bentuk kecintaan rakyat Papua terhadap tanah air.
“Demokrasi harus ditegakkan dengan kejujuran dan keadilan. PSU di bulan kemerdekaan menjadi pengingat bahwa demokrasi adalah bagian dari persatuan bangsa,” katanya.
Pengamat politik Universitas Cenderawasih, Yakobus Murafer, menambahkan PSU di Papua menjadi ajang pendidikan politik sekaligus praktik nyata sila keempat Pancasila.
“Ketika berlangsung tertib dan demokratis, ia menjadi pelajaran penting bagi masyarakat. Papua bahkan bisa menjadi contoh pemilu berintegritas di wilayah timur Indonesia,” ungkapnya.
Meski diwarnai saling klaim kemenangan antar kubu, publik tetap menaruh kepercayaan pada KPU sebagai lembaga penyelenggara resmi. Hasil akhir yang ditetapkan diharapkan memperkuat semangat persatuan, sekaligus menegaskan bahwa perbedaan politik tidak boleh merusak persaudaraan.
Pada akhirnya, dinamika demonstrasi yang terjadi tidak menggoyahkan penerimaan masyarakat atas hasil PSU. Dari Kalimantan hingga Papua, pemilu yang berintegritas menjadi simbol bahwa demokrasi Indonesia terus tumbuh dewasa, kokoh berdiri di atas prinsip konstitusi, dan menjadi fondasi keutuhan NKRI.
(*/rls)